Sabtu, 31 Oktober 2009

Malam Ini Malaikat Bertamu

Bagaimana harus kuakui
Sedetik nafasmu
Sedetik rinduku

Bagaimana harus kufahami
Selingkar khayalmu
Di khanaz tintaku

Oh angin sampai(kan) laguku
Purnama terbakar, syurga ketandusan
Adakah tuhan cuma menentukan
takdir semata-mata perpisahan

Chorus:
Oh Izinkanlah aku
Mengutip (mengukir) bayangmu
kala gerhana
Dan Bagaimana harus kuciptakan agar
Dapat Kuselimut kasih di hatinya

Dan malam ini malaikat bertamu
dan malam ini vagin(air) bertemu

Proposed Chord:
verse - C-Gm-Dm-Am-G
pre-C/o - F-Am-G
Chorus - same as verse
bridge - F~E~D

In Killionaire's Row


A metrozolic
handsomely resurface as
when i reverse ma thought in wildest dream
mesmerize from bit to last

Between plight of sanity and pledge of defiance
the chill of pleasure running
en passe the darkness u propose
when im the addict to the thrill u possess

The pulse of wicked infinity
keep staring beyond
the pale of facial intensity
bleeding thru where u belong
it seems patchy to make end but deep inside, there lay a destiny
a believer die twice never to be remembered again
a warrior killed thrice only to be shagged on and on
a painstalker buried alive only to be magnified by shame

the rave speed when im the king flaming
triple shot of rippledust wont ever back me down

seem like yesterday
i ain't trippin when i see em' cumming
slow whisper but screamin' high, rise from the Horizon
where im stayin
.the king.
when tomorrow the empire falls

Jumaat, 23 Oktober 2009

No Use For A what???


.....sedang menunggu Tony Sly dan 'bandmates' No Use yang lain 'sound check' di atas pentas dengan kepala beratmosferakan khayalan rumput, tiba-tiba bahu kanan aku ditepuk dari belakang. Aku toleh ke kanan namun tiada entiti yang berdekatan di sebelah kiri sekilas aku menoleh ke kiri dan aku dapati seorang gadis yang ayu juga muda umurnya sedang bergelingan air matanya.


"tolong saya bang.." kata gadis muda itu..


ah.. tuhan memang dah sumpah aku mempunyai hati yang gemersik tatkala wanita meminta pertolongan.


"ape masalah la pulak ni" dalam monolog..

"err.. awak kenapa?" soalan timbal yang ringkas tetapi mewajahkan kebimbangan...


esakan makin deras, sesekali sedutan hingus gadis muda menjadi jalinan irama sedu-sedan lagu tangisan. hanya soalan sebegitu makin bertambah pulak air mata gadis muda ni? lantas aku tarik perlahan ke dinding berdekatan biar gadis muda ini fokus dengan aku tanpa keraguan.


"awak kenapa menangis?"
aku lanjutkan pertanyaan sebab aku malas nak meleret..

" 'purse' saya hilang"
katanya dengan nada malu dan pilu tapi mahu..


dan ketika itu, gadis muda jelas menampakkan wajahnya..
iskh... muka macam minah salleh (salleh tu bukan nama orang, tapi sinonim paggilan untuk 'caucasian') tapi bahasa malaysianya fasih..


"saya tak tahu mana hilang, saya rasa tadi tercicir kat 'area'² sini" ayat potongnya tatkala aku mengamati wajah gadis muda ini..

" 'last' tadi perasan kat mana?" tanya aku dengan wajah yang penuh bimbang dengan niat mendapat 'credit' serta impresi agar ada peluang ber'dating'..


makin aku amati wajah persis wanita latin.. cantik.. esakannya menyentuh hati.. tidak sangka dalam gig 'punk rock' asap rokok bau hamis 'stone' hapak bir/'spirit' ada juga gadis seperti ini disini.. badan langsing berpayudara tegap berketinggian setara, berbaju seksi ala² Avril Lavigne, sungguh jarang-jarang sekali aku temui spesis ini.. makin aku meneliti gadis muda ini jauh sudut hati aku meminatinya dalam pandangan pertama dalam masa yang singkat..



dan………………….



" 'baby, your purse' dah jumpa!" suara garau baru mumaiz menyentap perasaan ketika aku dalam keadaan bersedia mendengar jawapan gadis muda ini...


seorang lelaki yang tingginya lebih sedepa dari aku lagak 'urban' menghampiri kami.. kelihatan 'crowd' mula berkumpul di tengah 'dance floor' berhadapan pentas..


" 'stacy found your purse just nearby her'.. baby cuai la" kata mamat tonjang ni sambil tersenyum bangga

" 'thanks dear, oh! thanks god' "
tangisan yang tadi lenyap dalam seketika sambil gelak gembira memeluk lelaki tonjang itu dan mengucup lehernya..


hmm... ketika ini lah aku bermonolog pesta maki makian yang aku sendiri tidak tahu apa yang aku kesalkan.. seraya perasaan cemburu umpama setitik air panas dititis pada lidah.. ingin sahaja aku merampas pinggang gadis muda ini dan membawanya lari ke bukit ampang untuk berbaring sambil menghitung bintang dan berasmara......


" 'you, i'm sorry, by the way thanks' " katanya pada aku sambil mematikan makian serta 'plan' berangan jahat aku...


aku menyatakan tiada apa yang perlu diterima kasih, sebab aku pun belum memulakan usaha mencari.. dan mamat tonjang itu senyum sinis pada aku dan berpaling ingin beredar ke tengah 'crowd' dan ketika itu gadis muda itu menghulurkan tangan untuk berjabat terima kasih... seumpama mengenggam kapas.. halus, lembut, saat aku menikmati sentuhan itu... sekali lagi aku amati wajah riangnya....


"nama I Jane.. 'thanks ya', have fun" katanya............................. dan beredar pergi...


aku mengangguk tanda menerima lalu aku menyertai rakan² di 'crowd' dan seraya itu aku menjerit-jerit dengan niat membina kekecohan gembira ke arah kumpulan 'No Use' yang ketika itu sedang sedia untuk beraksi.............

jauh sudut hati aku bertasbih nama Jane.... tetapi apakan daya.. bayangnya tidak kelihatan.. sedikit sebak menyalut hati kecil aku.. lantas akal menegur agar aku harus berada di alam nyata.... dan pesan akalku yang nyata hanyalah 'Mary Jane'........................... terus aku cari Uda sahabatku untuk melupakan Jane khayalan........ i'm no use for a Jane

but....

'Mary Jane' selamanya!


thanks photo by mel

Khamis, 22 Oktober 2009

Siri berKAROKe Jamban Bersama Abang Pemantau,

Jangan Banyak Bunyi,..
layan je lagu ni,..
brader dalam video ni merupakan"Ikon" rock kapak kat batu pahat.
serius kalau korg tak kenal brader ni, ko bukan rockers kental batu pahat yang berkepala "batu".
lagi la aku nak angkat ko jadi otai,..

kalau ikut lagu asal dimulai kord Dmajor.
versi baru ni guna Bmajor.
tak mengapa janji ko otai.
makan petai.

Ahad, 18 Oktober 2009

Satu Persinggahan < Gibranis MoVeMeNt Utopia >

Masih mencari
Di singgahsana ia mungkin bersembunyi
Tak bisa
walau sekerap bayang ia tak akan berpaling menampakkan wajah

Masih menafiri
lafaz-lafaz yang ditutur
oleh si tahfiz khayalan berimaginasikan bulan
sedondang bersama kelibat alam
mesra senada lagu dan kalam

Aku bagai tukang locok cinta
kerap memikul paksi dan kata
hanya mahir berpujangga
tapi hilang nada di pentasula

Kehangatan asmara dan liku-liku pencinta
Mendongengkan intim dan luka perasaan
saban hari kita bersemuka dengan fantasi
menadah jari-jari malaikat agar sentias mengusap
atau bidadari yang diutus tuhan untuk memicir atas pundak kita

Di Mar Sarkis pernah kita meluncur enigma
acapkali hilang di tabir malam
namun apabila bulan bersenggama dengan tirai
Kehebatan pun melacak sayapnya menyeru kekasih-kekasih
agar pulang sebentar menikmati keindahan sementara

Jumaat, 16 Oktober 2009

MENGAPA BAYANG YANG KUGAPAI

Menari-nari
Tanpa Pedoman
Bercanda
Tak berirama
Penantian
Bagai tak kesudahan
Pelayaran
Hanas titian

Mengapa Ratap yang kudakap
Mengapa Bayang yang harus kugapai.....

< puisipendekpascahaLuSinAsi >

Rabu, 14 Oktober 2009

Ekplorasi Tanpa Autoriti


“Saya adalah seorang anarkis bukan karena saya percaya dengan anarkisme, tapi kerana saya percaya bahwa tidak ada suatu tujuan akhir.”
—Rudolf Rocker

Visi-visi anarki adalah ideal-ideal yang kemudian dijelaskan sebagai kemungkinan dan potensi eksistensi umat manusia. Perkembangan selanjutnya, melalui beragam reinterpretasi, akan menemui beragam artikulasi anarki yang menekankan pada kontinuitas perjuangan yang tanpa batas untuk memperluas lingkup kebebasan, yang secara konsiten didasari pada:

Penentangan terhadap autoriti.

Pada umumnya penentangan anarkis terhadap autoriti terkait pada penentangannya terhadap institusi negara dan institusi agama. Namun penentangan anarkis terhadap autoriti meluas sebagai suatu penolakan terhadap keterasingan manusia (yang diatur oleh autoriti tersebut) terhadap kemampuan, potensi dan hasrat/kehendak manusia itu). Maka penolakan terhadap keterasingan ini juga mencakup penolakan terhadap segala bentuk otoritas yang tidak dapat dilegitimasikan dengan alasan rasional, termasuk bentuk-bentuk kepemimpinan dan perwakilan. Meskipun pada dasarnya anarki menentang autoriti, tentunya terjadi pengecualian-pengecualian dalam kondisi-kondisi kritis ketika kepemimpinan dan perwakilan yang bersifat temporari tidak dapat dihindari.

Pada konstruksi relasi-relasi manusia berdasarkan asosiasi bebas.

Anarki bukan sekedar suatu proposisi negatif yang berkutat pada penolakan, tapi juga menggagas konstruksi relasi manusia yang (lebih) membebaskan. Elaborasi tentang konstruksi relasi sosial adalah perbedaan mendasar dalam praksis anarki dengan aliran-aliran politik lainnya. Proyek-proyek anarkis selalu menekankan pada relasi horisontal di antara para partisipannya, penekanan pada inisiatif individual dan pengembangan potensi individual. Anarki yang terbatas dalam ruang dan waktu, dipraktekkan dalam proyek-proyek anarkis—di mana cara (untuk mencapai tujuan) dan tujuan anarki menjadi sesuatu yang terintegrasi dalam konteks-konteks tersebut.

Di sini pentingnya memaknai anarki, secara berbeza dengan isme-isme lainnya—bahwa anarki menolak doktrin absolut. Sekaligus ini adalah juga kritik terhadap anarki(sme) tradisional yang absolutis dengan cetak biru masa depannya. Bahkan kita dapat menemui artikulasi anarki sebagai kontinuitas perjuangan untuk memperluas lingkup kebebasan yang terus menerus tanpa suatu definisi akhir.
Di awal abad keduapuluh satu ini, teori anarki telah mengalami perkembangan dan pembaharuan, seiring dengan persinggungannya dengan teori-teori dari beragam displin ilmu sosial, di antaranya pengadopsian dan pengadaptasian pendekatan yang dikembangkan beragam wacana postrukturalis. Gerakan dan teori anarki dalam beberapa dekade ini, menjadi cukup lentur untuk “berbaur” dengan beragam gerakan yang secara umum disebut sebagai gerakan antiotoritarian dan gerakan sosial/politk baru, yang secara fundamental didasari pada politik nonhirarkis, desentralis, otonom dan swakelola.

Genealogi Kekuasaan

Anggapan umum yang menyederhanakan anarki sebagai suatu aliran pemikiran yang hanya berurusan dengan pemusnahan negara adalah suatu bentuk pemiskinan terhadap kekayaan intelektual dan wawasan anarki. Anarki bukanlah semata-mata penentangan terhadap negara, tapi merupakan artikulasi tentang kekuasaan yang melandasi relasi manusia, tentang kritik pada hubungan-hubungan antara kekuasaan dan keterasingan manusia terhadap dirinya sendiri, tentang rekonstruksi kekuasaan dan relasi-relasi sosial.

Anarki bertitik tolak dari antagonisme antara kekuasaan/dominasi pada satu sisi dan kooperasi dan subyektifitas manusia (kekuasaan positif) pada sisi lainnya. Monarki-monarki merupakan bentuk kekuasaan absolut yang mendominasi rakyatnya pada zaman feodalisme; disusul oleh negara nasion (sebagai fenomena dominan dalam zaman modern) dalam bentuknya, oligarki dan totalitarian; sedangkan di sebagian besar wilayah di Asia dan Afrika terjadi dominasi oleh pemerintahan kolonial, sebelum wilayah-wilayah ini mencanangkan perjuangan-perjuangan kemerdekaan nasional, yang akhirnya juga membentuk negara nasion-negara nasion baru; saat ini, negara nasion dan neoliberal yang mengglobal, merupakan rezim-rezim yang mendominasi masyarakat secara simultan.

Anarkis awal di wilayah-wilayah Eropa, melontarkan banyak kritiknya terhadap negara, karena memang negara merupakan mode dominasi yang dominan pada waktu itu. Meskipun sebenarnya anarki melontarkan kritik-kritiknya terhadap konsentrasi kekuasaan, pada segala bentuk hirarki yang dikonstruksi secara sosial—pada hirarki laki-laki atas perempuan, tua terhadap muda, atasan terhadap bawahan dalam dunia kerja, pemimpin dan institusi moral terhadap konstituennya, dan lain sebagainya.

Negara menjadi tema sentral anarki karena negara memayungi beragam bentuk hirarki dan kekuasaan elitis, yang mempunyai dampak luas dan mendalam terhadap kehidupan sosial. Negara, dalam beragam bentuknya baik itu oligarki ataupun totalitarian, melalui birokrasi, menggunakan wewenangnya yang mengatur kehidupan mayoritas masyarakat, dan memonopoli kekerasan teroganisir (tentara dan polisi). Meskipun di tiap-tiap negara terdapat perbedaan-perbedaan spesifik pada derajat wewenang birokrasi negara, partisipasi masyarakat, keragaman jenis institusi sektoral di tiap-tiap negara dan bentuk-bentuk monopoli kekerasan, pada dasarnya negara merupakan bentuk sentralisasi kekuasaan oleh minoritas untuk mengatur kehidupan populasi mayoritas.

Dalam negara dengan demokrasi yang paling liberal sekalipun, sistem-sistem pemilihan wakil rakyat tetap tidak dapat mengubah wajah negara. Sejarah parlementarisme Amerika, negara yang dianggap demokratis, menyingkap fakta bahwa parlemen pada awalnya tidak lebih dari kumpulan para tuan tanah (yang pada waktu itu masih lengkap dengan budaknya). Dan mereka berbicara bagaimana sistem parlementarian merupakan sebuah sistem yang akan menjamin kebebasan tiap-tiap orang dan pada saat bersamaan dapat melanggengkan previlase-previlase politik dan ekonomi mereka.

Elitisme sistem parlementarian ditunjukkan juga oleh sejarah abad ke19 di Eropa. Di awal pembangunan sistem parlementarian, mayoritas anggota parlemen, adalah mereka yang ditunjuk oleh elit-elit yang berkekuasaan—anak-anak para tuan tanah, pengusaha, dan pengacara.

Walter Lippmann, seorang demokrat Amerika, ternyata juga seorang perintis apa yang dinamakan konsep mengenai rekayasa opini publik yang dia namakan order demokratis baru, yaitu demokrasi parlementer. Pertama ada peran yang diusung oleh mereka dari “kelas khusus”,
”orang yang bertanggung jawab”, yang mempunyai akses terhadap informasi dan pemahaman—baginya orang-orang inilah yang “bertanggung jawab” untuk membentuk “opini publik yang baik”, Mereka (yang tergabung dalam kelas khusus) berinisiatif, mengadministrasi dan menyelesaikan dan harus dilindungi dari ‘orang luar yang tidak mempunyai kesadaran dan rusuh’. Bagi Lippmann, bukanlah pada tempatnya bagi publik untuk memberikan penilaian, tapi cukup untuk sekedar memberikan ‘kekuasaan’ pada ‘orang-orang yang bertanggung jawab’.

Pada tahap lanjut perkembangan negara-nasion dan kapitalisme modern, praktek-praktek pengontrolan yang semakin sistematis diterapkan pada populasi, melalui beragam teknik pengontrolan, terutama ditujukan pada pengontrolan populasi dan kehidupan manusia/tubuh, melalui statistik dan probabilitas, terutama dalam bidang kesehatan masyarakat dan regulasi ancaman (resiko terhadap kehidupan populasi). Bentuk-bentuk pengontrolan yang termasuk pengelolaan keturunan (keluarga), pengumpulan dan pemetaan sistematis etnisitas dan agama masyarakat.

Negara, sebagai bentuk kekuasaan adalah relasi sosial—dari dirinya sendiri, negara tidak mempunyai kekuasaan—seluruh kekuasaannya berasal dari akumulasi kekuasaan yang diberikan warga negaranya dan dari waktu ke waktu negara mengambilalih lebih banyak kekuasaan dari warganya. Hukum, undang-undang, ritual kenegaraan dan seluruh citra kenegaraan—hanya bisa bermakna ketika terjadi “konsensus” (melalui pemaksaan, hegemoni dan secara subliminal[1] ) antara negara dan warganya. Seluruh asumsi tentang kekuasaan negara, terlepas dari kekuasaan yang diberikan oleh atau diambilalih dari masyarakat, secara bersamaan warga (negara)/masyarakat telah kehilangan kekuasaannya.

Negara/nasionalisme menggunakan loyalitas pada kesamaan bahasa, etnisitas, kultural dan tradisi, lalu mengerucutkannya pada bentuk-bentuknya yang chauvinis untuk melegitimasikan eksistensi negara dalam landasan yang seolah-olah merupakan pijakan bersama. Bentuk chauvinis, loyalitas tanpa batas inilah, yang menjadi esensi dari patriotisme, suatu bentuk keterasingan manusia (yang mengidap patriotisme) dari kesadarannya—kesadaran bahwa dia dan minoritas yang melanggengkan negara tidak mempunyai kepentingan-kepentingan umum. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak sekali terjadi kontradiksi-kontradiksi dalam klaim-klaim negara nasion sebagai perluasan komunitas yang berpijak pada kesamaan biologis dan tradisi. Di sini kita dapat mengutip Benedict Anderson yang mendefinisikan nasion sebagai konstruksi sosial yang hanya berada pada tataran “dapat dibayangkan”, bagi mereka yang merasa menjadi bagian dari sebuah nasion. Negara nasion bisa dikatakan sebagai sebuah artefak yang mewarisi sejarah sistem dominasi manusia oleh manusia, tapi yang sampai sekarang masih mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan belum dapat dilampaui.

Transformasi

Pasca Perang Dunia Dua, masyarakat dunia hanya mengenal dua ideologi besar yaitu "demokrasi representatif" (kapitalisme pasar bebas) dan komunisme (yang secara esensi adalah kapitalisme negara, ketika representasi yang dikenal adalah Rusia, Cina, dan berbagai negara komunis yang menjadi satelit-satelitnya).

Penemuan kembali anarkisme salah satunya berkat jasa dari orang-orang kiri yang sedang melakukan pencarian alternatif-alenatif dari marxisme ortodoks. Situationist International yang berkembang di tahun 1960-1970-an merupakan kelompok-kelompok intelektual dan seniman-seniman avant-garde yang mencoba menjelaskan kapitalisme yang sedang mengalami transformasi. Menurut situasionis, alienasi yang dicermati oleh Marx telah menyusup ke setiap celah dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat tidak hanya terasing dari barang-barang yang diproduksinya, lebih jauh lagi masyarakat juga teralienasi dari kehidupannya dan hasratnya. Komoditas sebagai ciptaan yang mengalienasi, telah menguasai kehidupan sehari-hari. Kapitalisme moderen menciptakan "masyarakat tontonan" atau masyarakat konsumen yang menjanjikan kepuasan—sesuatu yang tidak pernah dipenuhinya. Revolusi Paris 1968 merupakan momen bagi para situasionis.

Di samping itu, adalah kritik Situasionist International terhadap anarkisme, pada kecenderungan beberapa pemikir anarkis yang bereksperimentasi dengan ide-ide melampaui realisasi praksis, sehingga seringkali teori anarkisme menjadi artikulasi teori yang tidak mempunyai koherensi.

Di Eropa, Autonomen Jerman Barat menciptakan militansi baru dalam resistensi urban. Para Autonomen adalah revolusioner antiotoritarian yang mengenyahkan seluruh label ideologis termasuk anarkis. Gerakan mereka diwarnai praksis aksi langsung, seperti pertarungan jalanan dengan elemen-elemen represif dan fasistik dalam masyarakat (seperti neo-nazi), pendudukan gedung-gedung kosong untuk dijadikan ruang-ruang otonom komunal. Di tahun 1988, dalam sebuah aksi merespon pertemuan IMF/Bank Dunia, Autonomen menggunakan taktik bercadar dalam protes dan melakukan perusakan properti—Black Bloc[2] pelopor yang kemudian menginspirasi banyak anarkis di kemudian hari.

Hakim Bey menerbitkan bukunya “Temporary Autonomous Zone: Ontological Anarchy, Poetic Terrorism” di pertengahan tahun 80-an. Boleh dikatakan bahwa buku ini menjadi suatu tonggak dalam diskursus dan praktek antiotoritarian. “Berhentilah berpikir tentang revolusi sosial yang akan datang.” Setiap revolusioner bisa mengobral janji revolusi tanpa bisa memberikan kepastian kapan ia akan datang. Sedangkan Hakim Bey bisa “menjanjikan” apa yang disebut uprising (yang bagi sejarawan adalah suatu revolusi cacat dan gagal). Uprising yang dirujuk di sini bukan hanya sebatas pagelaran politik spektakular, tapi juga mencakup hal-hal seperti penciptaan komunitas-komunitas otonom dan ruang-ruang yang dibebaskan—di mana komunitas dan individu dapat menerapkan utopia temporer. Temporary autonomous zone (zona otonom temporer) menjadi suatu konsep di mana ideal bertemu dengan realita—ketika konsep “revolusi yang akan datang” menjadi suatu hal yang absurd yang deminya manusia kembali mereproduksi hirarki, elitisme dan dominasi (seperti dalam “partai revolusioner”, serikat buruh birokratis dan bahkan serikat buruh sindikalis). Mungkin juga tidak ada sesuatu yang benar-benar baru yang ditawarkan di sini semenjak anarkis telah menerapkan konsep tentang pentingnya praksis anarki dalam kehidupan sehari-hari. Bey hanya membahasakannya dengan lebih lugas, menawarakan sintesa-sintesa baru tentang konsep anarki dan kaitannya dengan sejarah dan revolusi, menemukan kosa kata-kosa kata yang lebih pas dan meluaskan penjelasannya dengan data-data yang lebih lengkap tentang contoh-contoh TAZ yang terjadi sepanjang sejarah.

Anarkisme tradisional merupakan doktrin sosial yang menyerap ide-ide Pencerahan—penekanannya pada esensi tentang “sifat alamiah” manusia yang mulia dan rasional dan doktrinnya yang mencetuskan tujuan-tujuan yang positivis. Sementara postrukturalis adalah energi wacana kritis menantang ide-ide tentang sifat alamiah, esensi dan positivisme. Anarkisme juga mengintegrasikan analisis-analisis postrukturalis tentang simbol, representasi, dan pemaknaan dalam pengelolaan komunikasi dan informasi oleh kekuasaan dominan. Pendekatan-pendekatan postrukturalis menggagas pandangan kritis terhadap bahasa dalam konstruksi identitas, penyajian, dan pendistorsian isu-isu.

Kekuatan Kontra dan Konstruksi Resistensi

Bagi kebanyakan orang, "neo-anarkisme" lahir dari rintik-rintik hujan dingin dan kabut beracun yang menyambut protes terhadap WTO, pada November 1999. Neo-anarkisme bukanlah anak haram dari gerakan sosial yang banyak bermunculan saat ini. Anarkisme sendiri telah bertransformasi selama beberapa abad. Aksi langsung di Seattle hanya merupakan sebuah momen yang memunculkan kembali anarkisme sebagai wacana publik. Anarkisme telah menyumbangkan praksis yang menarik perhatian banyak orang dalam momen historis Seattle. Sejak saat itu, anarkisme bukan saja turut membentuk gerakan antikapitalis kontemporer; anarkisme juga telah menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kebebasan berpotensi untuk menggantikan demokrasi representatif dan kapitalisme. Ke manakah anarki setelah Seattle?

Ketidakpastian-ketidakpastian muncul ketika kita tidak lagi ingin berpretensi tentang harapan berdasarkan determinisme positif pencerahan, dan juga ketika kita menolak segala bentuk pesimisme superior yang menihilkan seluruh kapasitas, potensi dan kemungkinan umat manusia mengkonstruksi masa depan yang lebih baik. Namun tanpa bersikap terlalu optimistis, setidaknya cukup beralasan untuk mengatakan dinamika yang ada masih terus menerus menghadirkan peluang dan potensi.

Ketika kita menolak determinisme sejarah/narasi megah, genealogi menyingkap sejarah sebagai antagonisme, diskontinuitas, ledakan-ledakan peristiwa, yang tidak memiliki logika universal. Di sini sejarah lepas dari segala bentuk determinisme, yang berarti bahwa masa depan berada dalam relung potensi dan kemungkinan—bahwa batas-batas tidak terdefinisikan. Memahami pembebasan sebagai suatu proses produksi dan reproduksi terus menerus yang berada dalam relung potensi untuk pengembangan dan artikulasi hasrat beragam subyektifitas. Narasi pembebasan ini harus menyediakan ruang-ruang yang berlimpah bagi eksperimentasi dan konstruksi, dekontruksi dan rekonstruksi, dalam teori dan praksis.

Dinamika pembebasan ini menolak ketunggalan dalam gerak, arah dan tujuan; menolak seluruh komando sentral; menolak segala jenis subordinasi pada hirarki; menolak seluruh jenis politik representasi dan mediasi. Tujuannya adalah pluralitas maksimum. Secara fundamental, konstruksi resistensi ini terkait dengan pembebasan kehidupan kontemporer. Ia bukan cakrawala mesianistis yang memberikan janji penebusan, bukan suatu mesin politik, yang demi mencapai tujuannya (nanti) akan mengorbankan yang sekarang. Ia adalah kendaraan kemanusiaan, yang ingin berpijak pada kondisi sekarang; yang ingin melampaui alienasi kehidupan sehari-hari manusia (hirarki, identitas representatif, separasi antara kehidupan sehari-hari dan hasrat-hasrat).

Sabtu, 10 Oktober 2009

- KU SYUKURI BENCANA MU-

-KU SYUKURI BENCANA MU-
(balasungkawa jiwa yang dimamah bencana gempa)

Telah dari kecil
Diri ini
Secara separa sedar muram mencerca
Bencana itu celaka
Merampas yang hidup
Memusnah yang terbina
Dan dimana kah tuhan?
Dengan robohnya mesjid-mesjid
Tertanamnya kuil-kuil atau terbakarnya gereja-gereja
Nyawa-nyawa berhembus tanpa rela
Ladang-ladang musnah dan domba yang dibaham alam
Ibu meratapi anak dan sebaliknya

Kabut itu
Melelahkan jasad dan jiwa
Sehingga aku terbakar sendiri
Didalam semangat kemanusiaan
Angkuh mendabik dalam keakuan
-Aku berkuasa
-Aku yang punya
-Aku lah segalanya
Hingga aku lupa akan DzatMu ya Rabbi
Besarnya nikmat Mu
Dibalik tabir halus bencana
Api itu yang mengumpulkan semangat
Tanah itu yang menemukan [umat] manusia
Air itu yang merapatkan benua
Angin itu yang menyatukan suara
Dan gegaran itu yang menghimpunkan satu doa

Aku, kau, kita yang alpa
Lupa siapa tuhan dan siapa hamba
Hingga terlalu lama merunguti bencana
ya Rabbi, teguhkan kami
Kembalikan kelestarian diri

-catatan John si ‘orang gila’-
-2022 Jumi Okt 09, 2009, wilayah separa sedar-

iklan selingan

Malaysia Web Hosting

nombor ramalan